P
|
embangunan
kesehatan ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal
sebagai salah satu unsur kesejahteraan sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam mewujudkan hal tersebut pelayanan kesehatan merupakan bagian yang
sangat penting dimana pada setiap unit pelayanan kesehatan, tenaga yang sangat
mendominasi adalah perawat itu sendiri (33 % dari jumlah seluruh tenaga
pelayanan kesehatan yang ada).
Bagaimana Sejarah Perawat di Indonesia?
Jika dibandingkan dengan usia manusia,
maka usia adanya perawat di Indonesia sangatlah tua, yaitu 214 tahun, sejarah
perkembangannya tercatat dimulai pada tahun 1800-an yaitu pada saat
terbentuknya sebuah rumah sakit di Batavia yang sekarang dikenal dengan nama
Rumah Sakit PGI Cikini Jakarta, untuk pendidikannya pun juga sudah lama dimulai
sejak 1820 yaitu pendidikan mantri cacar dengan masa tempuh pendidikan 6-12
bulan, ini merupakan cikal bakal dimulai adanya pendidikan profesi perawat di
Indonesia. Perjalanan panjang yang mengalami pasang surut selama beberapa tahun
seiring juga dengan perkembangan Bangsa Indonesia, maka pada akhirnya ditahun 1953
(8 tahun setelah kemerdekaan) dibukalah Sekolah Pengatur Rawat (SPR) dengan
latar belakang sekolah menengah pertama (SMP) sekarang ini yang dibuka di 3
wilayah yaitu Jakarta, Bandung dan Surabaya. Situasi yang sangat memperlihat
perkembangan dan sesuai dengan kebutuhan adalah pada tahun 1962 (17 pasca
kemerdekaan) dengan di dirikannya akademi keperawatan yang dikenal dengan CBZ
di lingkungan Rumah Sakit Ciptomangunkosomo Jakarta.
10 tahun kemudian para perawat indonesia mulia menyadari betapa pentingnya suatu wadah organisasi profesi untuk pengembangan keperawatan di Indonesia, maka pada tahun 1972 di deklarasikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai wadah organisasi profesi perawat. Pada Lokakarya Nasional Keperawatan di tahun 1983 disepekati perawat adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, hal itu diwujudkan juga dengan terbentuknya Prodi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, merupakan pendidikan strata satu pertama di Indonesia, yang lain juga dengan di akuinya keperawatan sebagai profesi berdasarkan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, perkembangan profesi keperawatan secara kuantitas semakin menunju kearah yang lebih baik maka sampai dengan tahun 2011 bersadarkan data PPSDM Kemenkes RI jumlah perawat di Indonesia berjumlah 220.000 orang (33%) merupakan profesi paling besar diantara yang lain, jika dibandingkan dengan bidan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
10 tahun kemudian para perawat indonesia mulia menyadari betapa pentingnya suatu wadah organisasi profesi untuk pengembangan keperawatan di Indonesia, maka pada tahun 1972 di deklarasikan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) sebagai wadah organisasi profesi perawat. Pada Lokakarya Nasional Keperawatan di tahun 1983 disepekati perawat adalah profesi dan pendidikan keperawatan berada pada pendidikan tinggi, hal itu diwujudkan juga dengan terbentuknya Prodi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, merupakan pendidikan strata satu pertama di Indonesia, yang lain juga dengan di akuinya keperawatan sebagai profesi berdasarkan UU Kesehatan No. 23 tahun 1992, perkembangan profesi keperawatan secara kuantitas semakin menunju kearah yang lebih baik maka sampai dengan tahun 2011 bersadarkan data PPSDM Kemenkes RI jumlah perawat di Indonesia berjumlah 220.000 orang (33%) merupakan profesi paling besar diantara yang lain, jika dibandingkan dengan bidan, kefarmasian, kesehatan masyarakat, dokter spesialis, dokter umum, dokter gigi dan tenaga kesehatan lainnya.
Mengapa Perlu Adanya Payung Hukum Bagi Profesi Keperawatan?
Hukum mempunyai fungsi untuk
memberikan perlindungan terhadap kepentingan manusia (seluruh manusia tanpa
terkecuali). Oleh karena itu maka hukum harus dilaksanakan agar kepentingan
manusia tersebut dapat terlindungi. Maka tidak salah jika kita mendengar ada
kalimat “fiat justitia et pereat mundus”
(meskipun dunia ini runtuh hukum harus ditegakkan), karena dengan kepastian
hukum masyarakat akan lebih tertib, harmonis dan teratur. Penegakan Hukum
tentunya berdasarkan peraturan perundang-undangan tertulis yang sudah ada.
Apakah undang-undang yang mengatur profesi keperawatan belum ada? Jawabnya
adalah ada, yaitu UU Kesehatan No. 36 tahun 2009, pertanyaan yang lain apakah mampu
profesi yang begitu besar secara kuantitas dan cakupan pelayan yang independen
untuk melayani masyarakat dengan baik, aman dan nyaman hanya diatur dengan UU
tersebut tentu jawabannya tidak, mengapa demikian?
Berdasarkan hasil kajian (Depkes &
UI, 2005) menunjukkan, bahwa perawat melakukan tugas lain; yaitu menetapkan
diagnosis penyakit (92.6%); membuat resep obat (93.1%); melakukan tindakan
pengobatan di dalam maupun di luar gedung puskesmas (97.1%); melakukan pemeriksaan
kehamilan (70.1%); melakukan pertolongan persalinan (57.7%). Hal ini terjadi
tidak saja di Puskesmas terpencil tetapi juga di Puskesmas tidak terpencil.
Selain itu (78.8%) perawat melaksanakan tugas petugas kebersihan dan (63.6%)
melakukan tugas administrasi antara lain sebagai bendahara.
Pada keadaan darurat, “gray area” sering sulit dihindari. Dalam keadaan
ini, perawat yang tugasnya berada di samping klien selama 24 jam sering
mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini
membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan wewenangnya
demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi dan petunjuk
dari dokter, terutama di Puskesmas yang hanya memiliki satu dokter yang
berfungsi sebagai pengelola Puskesmas dan tentu saja hal ini tidak
mendapatkan perlindungan hukum karena tidak dapat
dipertanggung jawabkan secara professional.
Kemudian
fenomena melemahnya kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntutan hukum terhadap
tenaga keperawatan, sering diidentikkan dengan kegagalan upaya pelayanan
kesehatan. Padahal perawat hanya melakukan daya upaya sesuai disiplin ilmu
keperawatan.
Selain berbagai variabel diatas ada juga beberapa yang lain
sebagai latar belakang diperlukannya pembuatan UU Keperawatan yaitu,
keperawatan bukan dianggap komponen yang penting dalam berbagai pengambilan
keputusan (kebijaksanaan), terdapatnya variasi proporsi kualifikasi tenaga
keperawatan, sistem pengembangan jenjang karir yang tidak jelas, yang lain juga
ditengah meningkatnya biaya kesehatan individual saat ini, pelayanan/praktik
keperawatan preventif, promotif dan rehabilitatif akan mengurangi tingginya
biaya kesehatan.
Selain itu di antara 10 negara di Asia
Tenggara, 7 negara telah memiliki undang-undang yang mengatur tentang praktik
keperawatan, sedangkan 3 negara, belum memiliki undang-undang praktik
keperawatan adalah Indonesia, Laos dan Vietnam. Adanya undang-undang praktik keperawatan
(Regulatory Body) merupakan salah satu prasyarat mutlak untuk ikut
berperan dalam kancah global, apalagi Indonesia telah memproduk tenaga
keparawatan dalam jumlah yang besar, hal tersebut terkait dengan mutu, standar
praktik dan tentunya juga perlindungan hukum bagi penerima dan pemberi jasa
pelayanan keperawatan maka darinya hanya perawat yang memenuhi persyaratan yang
mendapatkan izin melakukan praktik Keperawatan, selain itu juga menyangkut
harkat dan martabat bangsa Indonesia.
Perjuangan Organisasi dan Insan Profesi Untuk Memperjuangkan
Undang-Undang Keperawatan?
17 tahun sejak terbentuknya organisasi
profesi perawat (PPNI) tahun 1989 organisasi sudah mulai mengarap RUU untuk diajukan
ke DPR-RI, sampai akhirnya di tahun 2004 membuahkan hasil dimana RUU
Keperawatan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) berdasarkan
surat keputusan DPR-RI No. 01/DPR-RI/III/2004-2005 dengan nomor urut 160 dari
284 (dua ratus delapan puluh empat) serta menjadi RUU Prioritas tahun 2005-2009
namun pada akhirnya RUU ini tidak jadi dibahas, berbeda halnya dengan teman
sejawat kedokteran pada tahun 2004 UU kedokteran di syahkan yaitu UU No. 29
Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, walapun demikian tidak membuat urung
niat baik organisasi untuk tetap memperjuangkan RUU menjadi UU maka, pada tahun
2009 masuk kembali dalam Prolegnas dengan nomor urut 26 bersamaan dengan itu
pada hari senin, 8 Juni 2009 PPNI pusat dengan 5000 perawat melakukan aksi
damai di depan gedung Parlemen untuk mendesak DPR-RI segera mengesahkan RUU
Keperawatan, tetapi juga tidak membuahkan hasil, lalu pada tahun 2010 RUU
kembali masuk dalam prolegnas dengan nomor urut 18 akan tetapi RUU masih juga
belum dibahas bahkan ada muncul RUU yang lain yaitu RUU tenaga kesehatan yang
dianggap sebagai “RUU Siluman” dibahas pada paripurna DPR-RI pada 20 Oktober
2010 melalui komisi IX DPR-RI, maka pada 15 Oktober 2012 diseluruh indonesia
dilakukan kembali aksi damai untuk mendesak DPR-RI mengesahkan RUU keperawatan
menjadi UU Keperawatan, di Jakarta sendiri aksi ini dilakukan oleh lebih dari
1000 perawat dari berbagai macam almamater, sehingga akhirnya panja diwakili
oleh fraksi demokrat dr. Nova (ketua panja), Ansori (PKS), dr. Dian (Demokrat)
dan Supriyatno (Gerindra) berjanji “akan menyelesaikan RUU Keperawatan maksimal
Oktober 2013, kemudian Panja RUU Keperawatan juga berani memastikan bahwa pada
saat Rapat Pleno Komisi IX nanti yang akan berlangsung 22 Oktober 2012, RUU
Keperawatan bisa dipastikan akan masuk ke Badan Legislatif (Baleg) dan pada
kenyataanya janji tersebut terpenuhi adanya, akan tetapi perjuangan RUU masih
panjang setelah RUU keperawatan masuk ke Baleg dan sudah diputuskan di Paripurna
DPR-RI setelah itupun, akan diberikan ke Presiden yang kemudian menunggu Amanat
Presiden (Ampres) untuk ditindaklanjuti ke berbagai kementrian terkait yang
akan mewakili pemerintan untuk membahasnya bersama DPR (Pansus) yang kemudian
pada Raker pertama antara pansus dan menteri-menteri terkait menghasilkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) lalu diikuti raker-raker
lanjutan sesuai kebutuhan. Setelah pembahasan dengan Kementrian terkait selesai
maka dibentuk Panitia Kerja (Panja) untuk mematang pembahasan RUU serta
dibentuk tim perumus dan tim singkronisasi setelah selesai maka dilakukan pleno
Pansus untuk membaca hasil, kemudian Banmus dan Ketua/pimpinan DPR melakukan
rapat untuk menetapkan jadwal paripurna, di paripurna DPR mengetuk palu
pengesahan RUU menjadi Undang-Undang kemudian Presiden menandatangani UU dan
dimasukan dalam lembar negara, untuk saat ini RUU keperawatan sudah diputuskan
sah sebagai RUU inisiatif DPR-RI pada paripurna 12 Februari 2013 dan sudah diberikan
kepada presiden dimana pada tanggal 8 April 2013 Presiden Republik Indonesia
Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, mengeluarkan surat yang bersifat SANGAT
SEGERA dengan intinya menginstruksikan kepada lima kementrian terkait agar
segera membahas RUU Keperawatan, salah satu kementrian yang sangat berperan
yaitu kemenkes yang sekarang di pimpin oleh Dr. Nafsiah
Mboi, SpA, MPH pada masa sidang DIM terdapat banyak masalah
diantaranya seperti yang disampaikan Zuber Safawi (anggota komisi IX DPR-RI)
“ada 131 DIM yang dihapus atau sekitar 60 persen, tetapi menambahkan substansi
baru tentang bidan sebanyak 160 DIM baru” hal yang lain adalah keinginan Menpan
untuk menghapus konsil keperawatan dalam RUU Keperawatan dengan alasan anggaran
yang harus disiapkan oleh pemerintah, Upaya pemerintah untuk memasukan
Kebidanan dalam DIM RUU Keperawatan melanggar ketentuan yang berlaku dalam UU
No 12/2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta belum adanya
kajian akademis, uji publik, dan studi banding tentang Kebidanan untuk
dimasukan dalam RUU Keperawatan akan menyebabkan kebijakan yang dihasilkan
asal-asalan. Jika kebidanan tetap dimasukan dalam RUU keperawatan, maka ini
termasuk misconduct atau “kejahatan akademik” alasan kemenkes yang mengatakan
bahwa RUU Keperawatan dan Kebidanan bisa digabungkan karena berasal dari satu
rumpun serta untuk memikirkan efektif dan efesiensinya prosesnya. Penyataan
diatas pun dapat terjawab langsung. Pertama, tidak ada satupun UU yang menjelaskan
bahwa Kebidanan dan Keperawatan merupakan satu rumpun, Kedua, alasan efektif
dan efesien tersebut bukan alasan akademis yang bisa diterima untuk melahirkan
sebuah Undang-undang.
Setelah berbagai hal yang alot
terjadi dalam Raker-raker RUU keperawatan antara DPR dengan pemerintah,
akhirnya menemukan titik temu pada raker 18 September 2013, yaitu DPR dan
pemerintah sepakat RUU tetap RUU Keperawatan, DPR menyepakati DIM dari
pemerintah, membentuk Panja RUU berjumlah 29 orang masing-masing dari wakil
fraksi, pemerintah mengajukan penjabat eselon I membidangi untuk membahas
substansi RUU berdasarkan DIM, setelah raker dalam komprensi persnya tersebut
Prof. Achir Yani yang mewakili PPNI dalam mengawal RUU Keperawatan mengatakan “Yang harus kita kawal saat ini adalah substansi
dari UU Keperawatan itu sendiri yang akan dibahas oleh Kemenkes dan DPR, jangan
sampai merugikan perawat”. Hal yang lain yaitu terjadinya pertemuan
tertutup antara ketua DPR (Marzuki Ali) dengan Kemenpan (Azwar Abubakar) pada
Senin, 6 Januari 2014 membahas permasalahan konsil dalam komprensi persnya Marzuki Ali mengatakan
"Pihak kementerian tidak ada masalah
sepanjang Konsil ini tetap dibawah kendali pemerintah, terserah mau otonom atau
tidak itu masalah teknis"
Masa sidang setelah keputusan 18
September 2013 adalah 18 Februari 2014 merupakan sidang pleno Pansus, namun hal
ini gagal digelar karena anggota sidang tidak memenuhi korom, dimana hanya 6
legislator yang hadir dari 17 legislator, dimana 6 legislator adalah dari fraksi
(Demokrat, PKS, PPP, PDIP) dan 11 legislator yang tidak hadir berasal dari
fraksi (Gerindra, Hanura, PAN, Golkar dan PKB), sehingga akhirnya memutuskan
sidang akan dijadwal ulang pada bulan april 2014 tanpa kepastian tanggal
pelaksanaan, kondisi ini sangat merugikan bagi RUU keperawatan karena masa
sidang Paripurna hanya tinggal satu kali untuk periode DPR-RI 2009-2014, jika
Pleno pada bulan april 2014 mengalami jalan buntu (tidak menghasilkan
kesimpulan) maka solosinya adalah perawat benar-benar melakukan mogok kerja
nasional pada 12 Mei 2013 bertepatan pada Hari Keperawatan Sedunia sebagai
bentuk kekecewaan dan mendesak DPR-RI mengesahkan RUU pada periode ini, jika
tidak nasib RUU keperawatan kembali ketitik nadir, perjuangan yang dilakukan
PPNI selama 10 tahun harus dimulai dari awal kembali.
No comments:
Post a Comment