gambar

gambar

Selamat Datang dan Selamat Membaca

SELAMAT DATANG DIDUNIA KEPERAWATAN DAN SEMOGA BERMANFAAT

Monday 6 August 2012

Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia dengan Halusinasi


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Skizofrenia
1.         Pengertian
Skizofrenia adalah suatu diskripsi sindrom dengan variasi penyebab (banyak belum diketahui) dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis atau deteriorating) yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pertimbangan pengaruh genetik, fisik dan sosial budaya (Rusdi Maslim, 1997; 46).
2.         Penyebab
a.       Keturunan
Telah dibuktikan dengan penelitian bahwa angka kesakitan bagi saudara tiri 0,9-1,8 %,  bagi saudara kandung 7-15 %, bagi anak dengan salah satu orang tua yang menderita Skizofrenia 40-68 %, kembar 2 telur 2-15 % dan kembar satu telur 61-86 % (Maramis, 1998; 215 ).
b.      Endokrin
Teori ini dikemukakan berhubung dengan sering timbulnya Skizofrenia pada waktu pubertas, waktu kehamilan atau puerperium dan waktu klimakterium., tetapi teori ini tidak dapat dibuktikan.
c.       Metabolisme
Teori ini didasarkan karena penderita Skizofrenia tampak pucat, tidak sehat, ujung extremitas agak sianosis, nafsu makan berkurang dan berat badan menurun serta pada penderita dengan stupor katatonik konsumsi zat asam menurun. Hipotesa ini masih dalam pembuktian dengan pemberian obat halusinogenik.
d.      Susunan saraf pusat
Penyebab Skizofrenia diarahkan pada kelainan SSP yaitu pada diensefalon atau kortek otak, tetapi kelainan patologis yang ditemukan mungkin disebabkan oleh perubahan postmortem atau merupakan artefakt pada waktu membuat sediaan.
e.       Teori Adolf Meyer :
Skizofrenia tidak disebabkan oleh penyakit badaniah sebab hingga sekarang tidak dapat ditemukan kelainan patologis anatomis atau fisiologis yang khas pada SSP tetapi Meyer mengakui bahwa suatu suatu konstitusi yang inferior atau penyakit badaniah dapat mempengaruhi timbulnya Skizofrenia. Menurut Meyer Skizofrenia merupakan suatu reaksi yang salah, suatu maladaptasi, sehingga timbul disorganisasi kepribadian dan lama kelamaan orang tersebut menjauhkan diri dari kenyataan (otisme).
f.       Teori Sigmund Freud
Skizofrenia terdapat (1) kelemahan ego, yang dapat timbul karena penyebab psikogenik ataupun somatik (2) superego dikesampingkan sehingga tidak bertenaga lagi dan Id yamg berkuasa serta terjadi suatu regresi ke fase narsisisme dan (3) kehilangaan kapasitas untuk pemindahan (transference) sehingga terapi psikoanalitik tidak mungkin.
g.      Eugen Bleuler
Penggunaan istilah Skizofrenia menonjolkan gejala utama penyakit ini yaitu jiwa yang terpecah belah, adanya keretakan atau disharmoni antara proses berfikir, perasaan dan perbuatan. Bleuler membagi gejala Skizofrenia menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer (gaangguan proses pikiran, gangguan emosi, gangguan kemauan dan otisme) gejala sekunder (waham, halusinasi dan gejala katatonik atau gangguan psikomotorik yang lain).
h.      Teori lain
Skizofrenia sebagai suatu sindroma yang dapat disebabkan oleh bermacam-macaam sebab antara lain keturunan, pendidikan yang salah, maladaptasi, tekanan jiwa, penyakit badaniah seperti lues otak, arterosklerosis otak dan penyakit lain yang belum diketahui.
i.        Ringkasan
Sampai sekarang belum diketahui dasar penyebab Skizofrenia. Dapat dikatakan bahwa faktor keturunan mempunyai pengaruh. Faktor yang mempercepat, yang menjadikan manifest atau faktor pencetus (presipitating factors) seperti penyakit badaniah atau stress psikologis, biasanya tidak menyebabkan Skizofrenia, walaupun pengaruhnyaa terhadap suatu penyakit Skizofrenia yang sudah ada tidak dapat disangkal.( Maramis, 1998;218 ).

3.         Pembagian Skizofrenia
Kraepelin membagi Skizofrenia dalam beberapa jenis berdasarkan gejala utama antara lain :
a.       Skizofrenia Simplek
Sering timbul pertama kali pada usia pubertas, gejala utama berupa kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan. Gangguan proses berfikir sukar ditemukan, waham dan halusinasi jarang didapat, jenis ini timbulnya perlahan-lahan.
b.      Skizofrenia Hebefrenia
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau antaraa 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah gangguan proses berfikir, gangguan kemauaan dan adaanya depersenalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat, waham dan halusinaasi banyak sekali.
c.       Skizofrenia Katatonia
Timbulnya pertama kali umur 15-30 tahun dan biasanya akut serta sering didahului oleh stress emosional. Mungkin terjadi gaduh gelisah katatonik atau stupor katatonik.
d.      Skizofrenia Paranoid
Gejala yang menyolok ialah waham primer, disertai dengan waham-waham sekunder dan halusinasi. Dengan pemeriksaan yang teliti ternyata adanya gangguan proses berfikir, gangguan afek emosi dan kemauan.
e.       Episode Skizofrenia akut
Gejala Skizofrenia timbul mendadak sekali dan pasien seperti dalam keadaan mimpi. Kesadarannya mungkin berkabut. Dalam keadaan ini timbul perasaan seakan-akan dunia luar maupun dirinya sendiri berubah, semuanya seakan-akan mempunyai suatu arti yang khusus baginya.
f.       Skizofrenia Residual
Keadaan Skizofrenia dengan gejala primernya Bleuler, tetapi tidak jelas adanya gejala-gejala sekunder. Keadaan ini timbul sesudah beberapa kali serangan Skizofrenia.
g.      Skizofrenia Skizo Afektif
Disamping gejala Skizofrenia terdapat menonjol secara bersamaaan juga gejala-gejal depresi (skizo depresif) atau gejala mania (psiko-manik). Jenis ini cenderung untuk menjadi sembuh tanpa defek, tetapi mungkin juga timbul serangan lagi.
B. Konsep Dasar Skizofrenia Hebefrenik
1.         Batasan : Salah satu tipe skizofrenia yang mempunyai ciri ;
1.         Inkoherensi yang jelas dan bentuk pikiran yang kacau (disorganized).
2.         Tidak terdapat wamam yang sistemik
3.         Efek yang datar dan tak serasi / ketolol – tololan.
2.         Gejala Klinik
Gambaran utama skizofrenia tipe hebefrenik berupa :
-          Inkoherensi yang jelas
-          Afek datar tak serasi atau ketolol – tololan.
-          Sering disertai tertawa kecil (gigling) atau senyum tak wajar.
-          Waham / halusinasi yang terpecah – pecah isi temanya tidak terorganisasi sebagai suatu kesadaran, tidak ada waham sistemik yang jelas gambaran penyerta yang sering di jumpai.
-          Menyertai pelangaran (mennerism) berkelakar.
-          Kecenderungan untuk menarik diri secara ekstrem dari hubungan sosial.
-          Berbagai perilaku tanpa tujuan.
Gambaran klinik ini di mulai dalam usia muda (15-25 th) berlangsung pelan – pelan menahan tanpa remisi yang berarti peterroasi kepribadian dan sosial terjadi paling hebat di banding tipe yang lain.

C. Konsep Dasar Halusinasi
1.         Pengertian
         Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal pikiran dan rangsang eksternal (dunia luar) klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada obyek atau rangsangan yang nyata, misalnya : klien menyatakan mendengar suara. Padahal tidak ada orang yang bicara.
         Halusinasi adalah suatu penghayatan yang di alami, suatu persepsi melalui panca indra melalui stimulus eksternal.
         Halusinasi adalah gangguan persepsi dimana klien merasa mendengar/melihat sesuatu yang dipikirkan,perasaan tersebut sangat kuat dan menetap yang sebenarnya tidak ada.


    2.    Etiologi
         Halusinasi dapat terjadi pada klien dengan gangguan jiwa seperti skizofrenia, depresi atau keadaan delirium. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari pengobatan meliputi : Anti depresi, anti inflamasi, antibiotik.
         Penyebab halusinasi pendengaran secara sfesifik tidak diketahui, namun banyak factor yang mempengaruhi seperti : factor biologis, psikologis, sosial budaya, pencetusnya adalah stress lingkungan biologis dan pemicu masalah koping dan mekanisme koping.

3.      Psikopatologi
         Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan persepsi. Bentuk halusinasi ini biasanya berupa suara yang berbisik akibatnya klien bisa berbicara dengan suara dan bertengkar, bias juga klien terlihat bibir bergerak-gerak. Pendapat lain mengatakan bahwa, halusinasi dimulai dengan keinginan rekreasi, kepribadian yang rusak, maka keinginan ini diproyeksikan keluar dalam bentuk stimulus eksternal.

4.      Proses terjadinya halusinasi
Fase pertama (comforting)
            Klien mengalami stress, cemas, perasaan perpisahan, kesepian yang memuncak dan tidak dapat di selesaikan, klien mulai melamun dan memikirkan hal – hal yang menyenangkan cara ini hanya menolong sementara.
Perilaku :
*      Tersenyum, tertawa tidak sesuai.
*      Menggerakkan bibirnya tanpa bersuara.
*      Pergerakan mata yang cepat.
*      Respon verbal yang lambat.
*      Diam dan asyik sendiri.
Fase kedua  (condeming)
            Kecemasan meningkatkan, menurun dan berpikir sendiri  jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak ingin orang lain tahu ia tetap dapat mengontrol.
Perilaku :
*      Peningkatan tanda-tanda vital.
*      Rentang perhatian menyempit.
*      Asyik dengan pengalaman sensori dengan kehilangan.
Fase ketiga (controling)
            Bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan mengotrol klien, Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku :
*      Kemauan yang dikendali halusinasi telah diikuti.
*      Kesukaran berhubungan dengan orang lain.
*      Rentang perhatian hanya beberapa detik
Fase keempat (conquering)
            Halusinasi berubah menjadi mengancam,memerintah dan memarahi klien, klien menjadi takut, tidak berdaya hilang kontrol dan tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan .
Perilaku :
*      Perilaku tremor akibat panik.
*      Aktivitas fisik merefleksikan isi halusinasi seperti perilaku kekerasan dan menarik diri.
*      Tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks.
*      Tidak mampu berespon lebih dari satu orang.
5.      Tanda dan gejala halusinasi
Tanda :
*      Kepala mengangguk-angguk seperti mendengar orang sedang berbicara.
*      Mengerakkan bibir,tetapi suara atau bibir komat kamit tanpa suara.
*      Berbicara keras seperti ada teman bicara
*      Asyik sendiri, kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dan realita.
*      Kesukaran dalam berhubungan dengan orang lain
*      Tidak mampu berespon terhadap perintah yang tidak kompleks, serta berespon lebih dari satu orang.
*      Peningkatan tanda system saraf otonom (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah)
Gejala
*      Kurang tidur
*      Kelelahan
*      Nutrisi kurang
*      Infeksi
*      Keletihan
*      Isolasi social
*      Hilangnya kebebasan hidup
*      Harga diri rendah
*      Putus asa
*      Kehilangan motivasi
*      Rendahnya kemampuan bersosialisasi
*      Ketidakadekuatan pengobatan
*      Ketidakadekuatan penanganan gejala
6.            Jenis halusinasi
a.       Halusinasi dengar
Dengar suatu membicarakan, mengejek, menertawakan, mengancam tetapi tidak ada sumbernya disekitarnya.
b.      Halusinasi terlihat
Melihat pemandangan, orang, binatang atau sesuatu yang tidak ada tetapi klien yakin ada.
c.       Halusinasi penciuman
Menyatakan mencium bau bunga kemenyan yang tidak dirasa orang lain dan ada sumber.
d.      Halusinasi kecap
Merasa mengecap sesuatu rasa di mulut tetapi tidak ada.
e.       Halusinasi raba
Merasa ada binatang merayap pada kulit tetapi tidak ada.
7.      Identifkasi adanya perilaku halusinasi :
a.               Isi  halusinasi
·         Menanyakan suara apa yang didengar.
·         Apa bentuk bayangan yang dilihat.
·         Bau apa yang dicium.
·         Rasa apa yang dikecap.
·         Merasakan apa yang dipermukaan tubuh.
b.      Waktu dan frekuensi halusinasi.
·         Kapan pengalaman halusinasi itu muncul.
·         Bila dimungkinkan klien diminta menjelaskan kapan persisi waktunya halusinasi terjadi.
c.       Situasi pencetus halusinasi.
·         Menanyakan pada klien peristiwa dan kejadian yang dialami sebelum halusinasi muncul.
·         Mengobservasi apa yang diambil klien menjelang munculnya halusinasi.
d.      Respon klien.
·         Apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi.
·         Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi /sudah tidak berdaya lagi terhadap stimulus.

Pengkajian Keperawatan
A.    Faktor predisposisi
1.         Faktor perkembangan
Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal, dapat meningkatkan stress dan ansietas, dapat berakhir dengan gangguan persepsi.
2.      Faktor sosial budaya
Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa di singkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat di atasi timbul berat seperti delusi dan halusinasi.
3.      Faktor psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, peran ganda/ bertentangan dapat menimbulkan anseitas berat yang berakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan.
4.      Faktor biologis
Struktur otak abnormal ditemukan pada pasien GOR, atropik otak, pembesaran vertikal, perubahan besar dan bentuk sel kortikal dan limbit.
5.      Faktor genetik
GOR umumnya ditemukan pada pasien skizofernia. Ditemukan cukup tinggi pada anggota keluarga skizofernia, dan akan lebih tinggi jiwa kedua orang tua skizofernia.
B.     Faktor presipitasi
1.      Stresor sosial budaya
Stress dan cemas akan meningkat bila terjadi penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang penting atau di asingkan dari kelompok.
2.      Faktor biokimial
Berbagai penelitaian tentang dopamine, norepineprin, indolamin, zat halusigenik di duga berkaitan dengan GOR.
3.      Faktor psikologis
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan mengatasi masalah kemungkinan berkembangnya GOR. Pasien mengembangkan koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.
4.      Prilaku
Prilaku yang perlu dikaji pada pasien GOR berkaitan dengan perubahan : proses pikir, efektif persepsi, motorik dan sosial.
Mekanisme koping :
o   Regresi, menjadi malas beraktivitas sehari – hari.
o   Proyeksi mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau benda.
o   Menarik diri, sulit mempercayai oarang lain dan asik stimulus internal.
o   Keluarga mengingkari masalah yang dialami klien.


 POHON MASALAH





 


 6.      Daftar Masalah
b.      Resiko menciderai diri sendiri, oramg lain dan lingkungan
c.       Gangguan persepsi sensori : halusibasi pendengaran dan penglihatan
d.      Isolasi sosial : menarik diri
e.       Defisit perawatan diri : mandi dan berhias
7.      Diagnosa Keperawatan
a.       Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan    persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan
b.      Gangguan persepsi sensori : halusinasi pendengaran dan penglihatan berhubungan dengan isolasi sosial : menarik diri.
c.       Isolasi ssosial : Defisit perawatan diri : mandi dan berhias berhubungan dengan isolasi sosial ; menarik diri.

8.      Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi mencedrai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan gangguan persepsi sensorik : halusinasi dengar.
TUM dan TUK
Tujuan Umum
Klien tidak mecederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan
Tujuan Kusus :
TUK 1     : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
TUK 2     : Klien dapat mengenal halusinasinya.
TUK 3     : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
TUK 4     : Klien dapat dapat dukungan dari keluaraga dalam mengontrol halusinasinya.
TUK 5    : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

Tindakan keperawatan
TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
               1.1.   Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi Keperawatan :
1.1.1.   Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi terapeutik.
a. Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
b.Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai.
d.      Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g.Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan klien
TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.
Kriteria Evaluasi : 2.1. Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya     halusinasi.
                               2.2. Klien dapat mengungkapkan perasaan halusinasinya.
Intervesi Keperawatan :
2.1.1.      Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2.1.2.      Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa stimulus, memandang ke kiri/ ke depan seolah – olah ada teman bicara.
2.1.3.      Bantu klien mengenal halusinasinya :
a.       Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
b.      Jika klien menjawab ada, lanjutkan : apa yang dikatakan.
c.       Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri tidak mendengar (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).
d.      Katakan bahwa klien lain juga ada seperti klien.
e.       Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
2.1.4.      Diskusikan dengan klien :
a.       Situasi yang menimbulkan/ tidak menimbulkan halusinasi.
b.      Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore dan malam atau jika sendiri, jengkel/ sedih).
2.2.1.      Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah/takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
  TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.
Kriteri Evaluasi : 3.1. Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasa dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya
3.2. Klien dapat menyebutkan cara baru.
3.3. klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan dengan klien.
Intervensi Keperawatan :
3.1.1.          Identifiasikan bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (tidur, marah, menyibukkan diri dll). 
3.1.2.      Diskusikan manfaat dan cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat berikan pujian.
3.1.3.      Dikusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.2.1. Diskusikan cara baru untuk memutuskan atau mengontrol timbulnya halusinasi:
o   Katakan : ”saya tidak mau dengar kamu”
o   Menemui orang lain ( perawat/teman/anggota keluarga ) untuk bercakap-cakap atau mengatakan halusinasi yang didengar.
o   Mmbuat jawal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
o   Meminta kelarga/teman/perawat menyapa jika tampak bicara sendiri
3.3.1. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
3.4.1. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah di latih.
Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil.
3.2.4.    Anjurkan klien mengikuti terapi aktivitas kelompok, orientasi realita, stimulasi persepsi.
 TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
Kriteria evaluasi :
              4.1 Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
4.2 Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan tindakan untuk mengendalikan halusinasi.

Intervensi Keperawatan :
4.1.1.     Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
4.1.2.   Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung atau pada saat kunjungan rumah) :
a. gejala halusinasi yang dialami klien.
b. cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutuskan halusinasi.
c. cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
d. berikan informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan halusinasi tidak terkontrol, dan resiko menciderai orang lain.
TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria Evaluasi :
5.1. klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis dan efek samping obat.
5.2 klien dapat mendemontrasikan penggunaan obat dengan benar
5.3 Klien dapat informasi tentang obat/manfaat obat yang diberikan

Intervensi Keperawatan:
5.1.1 diskusikan dengan klien dan keluarga   tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
5.2.1 anjurkan klien minta sendiri obat pada  perawat dan merasakan manfaatnya.
5.3.1 Anjurkan klien bicara dengna dokter tentang perawatan dan pengobatan.
5.4.1 Diskusikan akibat berhenti mengkonsumsi obat tanpa konsultasi.
5.5.1 Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar(benar pasien, benar obat, benar dosis, benar cara,banar waktu).

DAFTAR PUSTAKA

Achir, Yani. 2008. Bunga Rampai Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta. EGC.
Keliat, Budi Anna. (2005). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Ed. 2, Jakarta : EGC
Muslim, Rusdi. 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta. PT. Nuh Jaya.
Yosep, Iyus,. S. Kep, M.Si.(2007). Keperawatan Jiwa. Penerbit PT. Refika Aditama. Bandung.