2.2. Konsep Dasar
Kejang Demam
2.2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (rectal lebih dari 38 0C) yang
disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer A, 2000 : 434).
Kejang demam
adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal
diatas 38 0C) yang di sebabkan oleh suatu proses ektrakranium (Wahidayat
I, 2000 : 847).
2.2.2. Etiologi
Hingga saat ini masih belum diketahui
dengan pasti. Demam sering disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi antara
lain :
2.1.2.1. Infeksi saluran napas
atas
2.1.2.2. Otitis media
2.1.2.3. Pneumonia
2.1.2.4. Gastroenteritis, dan
2.1.2.5.
Infeksi saluran kemih
(Mansjoer A, 2000 : 434)
2.2.3. Patofisiologi
Untuk
mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang di dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan
dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem
kardiovaskuler.
Jadi sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan H2O.
Sel dikelilingi
oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat
dilalui dengan mudah oleh ion Kalium ( K+ ) dan sangat sulit dilalui
oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainya, kecuali Klorida ( CL-).
Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat
perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk
menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim
Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane
ini dapat berubah oleh :
1. Perubahan
kosentrasi ion di ruang ektraseluler
2. Rangsangan
yang datangnya mendadak misalnya
mekanisme kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan
patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam
kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen anak meningkat 20%. Pada seorang anak
yang berumur tiga tahun sirkulasi otak mencapaik 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat
terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang
singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi,
dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini
demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel
tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah
kejang
(Wahidayat I, 2000 : 847).
2.2.4. Manifestasi Klinik
Beberapa hal yang dapat kita temukan
secara klinis pada anak yang mengalami kejang demam meliput :
2.1.4.1. Peningkatan suhu tubuh
yang tinggi (suhu rektal diatas 38 0C)
2.1.4.2. Kejang yang bersifat
kejang kolonik atau tonik - kolonik bilateral
2.1.4.3. Mata terbalik keatas disertai kekakuan atau kelemahan
2.1.4.4. Gerakan sentakan
berulang tanpa di dahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekuatan fokal
2.1.4.5. Pada sebagian kejang disertai hemiparesis
sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari atau juga bersifat
menetap
(Mansjoer A, 2000 : 434)
2.2.5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
diagnostik yang mungkin dilakukan pada pasien dengan kejang demam meliputi
2.1.5.1. Pemeriksaan Cairan Serebro
Spinal ( CSS )
2.1.5.2. Compoter Tumografi
Scaning ( CT-Scan )
2.1.5.3. Elektroensefalografi (
EEG )
2.1.5.4. Magnetik Resonance Imaging (
MRI )
(Rudolph, A.M, 2006 : 2160-2161)
2.2.6. Penatalaksanaan Medis
Ada tiga hal yang perlu
dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1. Pengobatan fase akut
2.2.6.2. Mencari
dan mengobati penyebab
2.2.6.3.
Pengobatan profiklasis terhadap berulangnya kejang demam
2.2.6.1. Pengobatan fase akut
Seringkali kejang berhenti sendiri, pada
waktu kejang pasien di miringkan untuk mencegah aspirasi lidah dan muntahan.
Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital
seperti kesadaran, tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan dan fungsi jantung.
Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik.
Obat - obatan
yang di berikan diazepam intravena 0,3 - 0,5 mg/ Kg BB/ kali dengan kecepatan
1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg bila kejang berhenti sebelum Diazepam habis,
hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum
di cabut. Bila Diazepam intravena tidak terserdia atau pemberiannya sulit.
Gunakan Diazepam intrarektal 5 mg ( BB < 10 KG ) atau 10 mg ( BB > 10 Kg
) bila kejang tidak berhenti dapat diulang lima menit kemudian. Bila tidak
berhenti juga berikan Fenitoin dengan dosis awal 10 - 20 mg/Kg BB secara
intravena perlahan-lahan 1 mg/Kg BB/menit. Setelah pemberian bilas dengan NaCl
karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang
berhenti dengan Diazepam, lanjutkan dengan pemberian dengan Fhenobarbital diberikan
langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan - 1 tahun 50 mg
dan umur 1 tahun keatas 75 mg secara intramuskular. 4 jam kemudian berikan Fhenobarbital
rumatan, untuk 2 hari pertama dengan dosis 8 - 10 mg/Kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis,
untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4 - 5 mg/Kg BB/hari dibagi 2 dosis.
Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah
membaik berikan secara oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/
hari.
Bila kejang
berhenti dengan Fenitoin, lanjutkan Fenitoin dengan dosis 4 - 8 mg/ kg BB/
hari, 12 - 24 jam setelah dosis awal.
2.2.6.2. Mencari dan mengobati
penyebab
Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal ( CSS )
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien
kejang demam yang pertama.
2.2.6.3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis yaitu :
1). Profilaksis intermiten saat
demam
2). Profilaksis terus-menerus
dengan anti konvolsan setiap hari
1). Profilaksis
intermiten saat demam
Diberikan Diazepam secara oral dengan
dosis 0,3-0,5 mg/ Kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam
dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg ( BB < 10
kg ) dan 10 mg ( BB > 10 kg ) setiap suhu pasien lebih dari 38,5 0C.
Profilaksis
dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin a atau poin b) yaitu :
2). Profilaksis
terus-menerus
a). Sebelum kejang demam
yang pertama sudah ada kelainan neorulogis atau perkembangan
b). Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara
atau menetap
c). Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
d). Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan
atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
Profilaksis terus - menerus berguna untuk
mencegah berulang kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak
tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis
terus-menerus setiap hari dengan Phenobarbital 4 - 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam
2 dosis terbagi. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan
dosis 15 - 40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus - menerus diberikan selama 1 - 2
tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1 - 2 bulan
(Mansjoer A,
2000 : 434)
2.3.
Manajemen Keperawatan
2.3.1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Doengoes (
1999 : 259-261 dan 871-872 ) mencakup :
2.3.1.1. Riwayat
adanya faktor-faktor penyebab :
a. Idiopatik
tidak ada penyebab yang diketahui.
b.
Pasca trauma, cidera kepala, peradangan selaput otak, demam tinggi.
2.3.1.2. Riwayat kejang
a. Sejak umur
berapa.
b. Berapa lama
kejang terjadi.
c. Berapa kali
kejang terjadi dalam 1 jam.
d. Kapan kejang
terakhir di alami.
2.3.1.3. Pemeriksaan fisik baik secara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi.
a. Aktivitas/istirahat.
Gejala : - Keletihan,
kelemahan umum.
- Keterbatasan dalam beraktivitas/bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri/orang terdekat/pemberi asuhan keperawatan atau orang lain.
Tanda : - Perubahan
tonos/kekuatan otot.
- Gerakan involunter/kotraksi
otot maupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : - Iktal :
hipertensi, peningkatan nadi dan sianosis.
- Postiktal : tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernapasan.
Tanda : - Suara jantung : disratmia dan perkembangannya dapat
mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan
elektrolit.
- Kulit hangat, kering, bercahaya, pucat, lembab, dan burik.
c. Integritas ego
Gejala
: - Stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau suatu
penanganan.
-
Peka rangsangan : perasaan tidak ada/tidak berdaya, perubahan dalam hubungan.
Tanda : Pelebaran tentang
respon emosional
d. Eliminasi
Gejala : Inkotenensia
episodic
Tanda : - Iktal : peningkatan
tekanan kandung kemih dan tonus sfingter
- Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkotenensia
e. Makanan/cairan
Gejala : Sensitifitas terhadap makanan, anoreksia, mual, muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
Tanda : - Penurunan
berat badan, penurunan lemak subkutis
- Penurunan pengeluaran kosentrasi
urine, perkembangan kearah oligoria dan anuria.
- Kerusakan jaringan lunak/gigi (cidera selama kejang).
- Hyperplasia gingival
f. Neurologis
Gejala :- Sakit kepala, pusing, pingsan, riwayat trauma kepala, anoksia
dan infeksi serebral.
- Postikal : kelemahan, nyeri otot, area
paralysis
Tanda
: - Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
- Gerakan involunter/kontraksi
otot
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : - Sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode postikal
kejang abdomen.
- Lokalisasi rasa
sakit/ketidak nyamanan urtikaria
Tanda : - Sikap/tingkah laku yang berhati-hati perubahan tonos otot.
- Tingkah laku
gelisah
h. Pernapasan
Gejala : - Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernapasan menurun cepat, peningkatan sekresi
mokus.
- Fase postikal
: apnea
Tanda : - Suhu umumnya meningkat 37,5
0C atau lebih
- Mengigil
i. Keamanan
Gejala : Riwayat terjatuh/trauma
atau faktur
Tanda : Trauma pada
jaringan lunak/ekimosis penurunan kekuatan otot secara menyeluruh.
j. Interaksi
Gejala : Masalah dalam
berhubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosial.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : - Adanya
riwayat terjadi kejang atau epilepsi dalam keluarga
- Penggunaan obat
antibiotic baru saja atau jangka panjang.
2.3.2.
Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1. Pola
nafas tidak epektif berhubungan dengan spasme pada sitem pernafasan.
2.3.2.2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses ekstrakranium.
2.3.2.3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan
penurunan kesadaran.
2.3.2.4. Potensial komplikasi aspirasi berhubungan
dengan peningkatan tekanan lambung saat kejang
2.3.2.5.
Potensial komplikasi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang
sebelumnya
(Dr. Sarjito,
2000)
2.3.3.
Perencanaan dan Implementasi
2.3.3.1.Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan spasme pada sitem pernapasan
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Ekspansi dada maksimum
b. Tidak adanya sianosis
c. Irama napas teratur
Perencanaan dan implementasi
1. Kaji irama dan frekuensi napas
2. Mengatur posisi klien supinasi
dengan kepala ekstensi
3. Pasang gudel pada mulut
4. Kolaborasi dalam pembersihan jalan
napas dengan section
5. Kolaborasi dalam pemberian
oksigen
2.3.3.2.Peningkatan
suhu tubuh berhubungan dengan proses ekstrakranium.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh 36 - 37,5 0C
b. Akral hangat
Perencanaan dan implementasi
1. Observasi tanda-tanda vital
setiap 1 jam
2. Longarkan baju
dan anjurkan memakai baju yang tipis serta menyerap keringat
3. Berikan kompres air hangat
4. Berikan banyak minum air putih
5. Ciptakan lingkungan yang hangat
6. Kolaborasi dalam pemberian
antipiretik
2.3.3.3.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan kesadaran .
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi dehidrasi
b. Intake cairan sesuai dengan
kebutuhan tubuh
c. Tidak terjadi penurunan BB
Perencanaan dan implementasi
1. Kaji BB pasien setiap hari
2. Anjurkan pasien makan makanan
yang hangat
3. Anjurkan pasien makan dalam porsi
kecil tetapi sering
4. Kolaborasi dalam :
a). Pemasangan nasogastrik
tube ( NGT ) jika klien tidak bisa makan
b). Pemberian obat roboransia (
vitamin )
c). Pemberian nutirisi parenteral
2.3.3.4.Potensial
komplikasi aspirasi berhubungan dengan peningkatan tekanan lambung saat kejang
Tujuan dan kriteria hasil
a. Jalan napas bersih
b. Suara nafas normal
c. Tidak ada tanda-tanda distres napas
Perencanaan dan implementasi
1. Kaji kebersihan napas
2. Kaji tanda-tanda distres pernapasan
3. Miringkan kepala
4. Berikan posisi supinasi dan
kepala ekstensi
5. Kolaborasi dalam pembersihan jalan
nafas dengan section
2.3.3.5.Potensial
komplikasi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang sebelumnya.
Tujuan dan kriteria hasil
a. Kejang yang terjadi tidak lebih
dari 15 menit
b. Tanda-tanda vital dalam batas
normal
c. Tidak terjadi penurunan kesadaran
post kejang
d. Tidak terjadi kejang
Intervensi dan implementasi
1. Observasi lama dan frekuensi
kejang
2. Observasi tanda vital
3. Observasi tanda penurunan
kesadaran
4. Hindari rangsangan panas
5. Kolaborasi dalam pemberian obat
anti kejang
2.3.4.
Evaluasi
2.3.4.1. Pola
napas tidak efektif berhubungan dengan spasme pada sitem pernapasan
a. Ekspansi dada maksimal
b. Tidak adanya sianosis
c. Irama napas teratur
2.3.4.2. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
proses ekstrakranium.
a. Suhu tubuh 36-37,5
b. Akral hangat
2.3.4.3.
Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan kesadaran .
a. Tidak terjadi dehidrasi
b. Intake cairan sesuai dengan
kebutuhan tubuh
c. Tidak terjadi penurunan BB
2.3.4.4. Potensial komplikasi aspirasi berhubungan
dengan peningkatan tekanan lambung saat kejang
a. Jalan nafas bersih
b. Suara nafas normal
c. Tidak ada tanda-tanda distress
napas
2.3.4.5. Potensial komplikasi kejang berulang
berhubungan dengan riwayat kejang sebelumnya
a. Kejang yang terjadi tidak lebih
dari 15 menit
b. Tanda-tanda vital dalam batas
normal
c. Tidak terjadi penurunan kesadaran
post kejang
d. Tidak terjadi kejang
DAFTAR PUSTAKA
Doegoes, E.
Marelyn. 1999. Konsep Dasar Diagnosa dan
Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Salemba
Medika. Jakarta.
Nelson. 2002. Buku
Ajar Kesehatan Anak. EGC. Jakarta.
RSUD Dr. Sarjito. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Klien Perinatal. Yogjakarta.
Rudolph, A. M. 2006. Buku
Ajar Pedriatrik. EGC. Jakarta.
Soetomenggolo, S. Taslim. 2000. Buku Ajar Neurologi Anak. IDAI. Jakarta.
Wahidayat, I. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Info Media. Jakarta.
No comments:
Post a Comment