gambar

gambar

Selamat Datang dan Selamat Membaca

SELAMAT DATANG DIDUNIA KEPERAWATAN DAN SEMOGA BERMANFAAT

Friday 3 August 2012

Asuhan Keperawatan Anak Dengan Kejang Demam


2.2. Konsep Dasar Kejang Demam
2.2.1. Definisi
     Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (rectal lebih dari 38 0C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (Mansjoer A, 2000 : 434).
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 38 0C) yang di sebabkan oleh suatu proses ektrakranium (Wahidayat I, 2000 : 847).
2.2.2. Etiologi
     Hingga saat ini masih belum diketahui dengan pasti. Demam sering disebabkan oleh berbagai faktor predisposisi antara lain :
2.1.2.1. Infeksi saluran napas atas
2.1.2.2. Otitis media
2.1.2.3. Pneumonia
2.1.2.4. Gastroenteritis, dan
2.1.2.5. Infeksi saluran kemih
(Mansjoer A, 2000 : 434)
2.2.3. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang di dapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler.
Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi  CO2 dan H2O.
Sel dikelilingi oleh suatu membrane yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium ( K+ ) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium ( Na+ ) dan elektrolit lainya, kecuali Klorida ( CL-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan diluar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membrane dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat berubah oleh :
1.      Perubahan kosentrasi ion di ruang ektraseluler
2.      Rangsangan yang datangnya mendadak  misalnya mekanisme kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3.      Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 0C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10% - 15% dan kebutuhan oksigen anak meningkat 20%. Pada seorang anak yang berumur tiga tahun sirkulasi otak mencapaik  65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membrane sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang
(Wahidayat I, 2000 : 847).
 
2.2.4. Manifestasi Klinik
     Beberapa hal yang dapat kita temukan secara klinis pada anak yang mengalami kejang demam meliput :
2.1.4.1. Peningkatan suhu tubuh yang tinggi (suhu rektal diatas 38 0C)
2.1.4.2.  Kejang yang bersifat kejang kolonik atau tonik - kolonik bilateral
2.1.4.3. Mata terbalik keatas disertai kekakuan atau kelemahan
2.1.4.4.  Gerakan sentakan berulang tanpa di dahului kekakuan atau hanya sentakan atau kekuatan fokal
2.1.4.5.  Pada sebagian kejang disertai hemiparesis sementara yang berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari atau juga bersifat menetap
(Mansjoer A, 2000 : 434)
2.2.5. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang mungkin dilakukan pada pasien dengan kejang demam meliputi
2.1.5.1. Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal ( CSS )
2.1.5.2. Compoter Tumografi Scaning ( CT-Scan )
2.1.5.3. Elektroensefalografi ( EEG )
2.1.5.4. Magnetik Resonance Imaging ( MRI )
(Rudolph, A.M, 2006 : 2160-2161)
2.2.6. Penatalaksanaan Medis
Ada tiga hal yang perlu dikerjakan, yaitu :
2.2.6.1. Pengobatan fase akut
2.2.6.2. Mencari dan  mengobati  penyebab
2.2.6.3. Pengobatan profiklasis terhadap berulangnya kejang demam
2.2.6.1. Pengobatan fase akut
     Seringkali kejang berhenti sendiri, pada waktu kejang pasien di miringkan untuk mencegah aspirasi lidah dan muntahan. Jalan nafas harus bebas agar oksigenasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu tubuh, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh yang tinggi diturunkan dengan kompres dan pemberian antipiretik.
Obat - obatan yang di berikan diazepam intravena 0,3 - 0,5 mg/ Kg BB/ kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg bila kejang berhenti sebelum Diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar dan bila tidak timbul kejang lagi jarum di cabut. Bila Diazepam intravena tidak terserdia atau pemberiannya sulit. Gunakan Diazepam intrarektal 5 mg ( BB < 10 KG ) atau 10 mg ( BB > 10 Kg ) bila kejang tidak berhenti dapat diulang lima menit kemudian. Bila tidak berhenti juga berikan Fenitoin dengan dosis awal 10 - 20 mg/Kg BB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/Kg BB/menit. Setelah pemberian bilas dengan NaCl karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan Diazepam, lanjutkan dengan pemberian dengan Fhenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan - 1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun keatas 75 mg secara intramuskular. 4 jam kemudian berikan Fhenobarbital rumatan, untuk 2 hari pertama dengan dosis   8 - 10 mg/Kg BB/hari di bagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4 - 5 mg/Kg BB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik berikan secara oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200 mg/ hari.
Bila kejang berhenti dengan Fenitoin, lanjutkan Fenitoin dengan dosis 4 - 8 mg/ kg BB/ hari, 12 - 24 jam setelah dosis awal.
  2.2.6.2. Mencari dan mengobati penyebab
     Pemeriksaan Cairan Serebro Spinal ( CSS ) dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
2.2.6.3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis yaitu :
1). Profilaksis intermiten saat demam
2). Profilaksis terus-menerus dengan anti konvolsan setiap hari
1). Profilaksis intermiten saat demam
     Diberikan Diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/ Kg BB/ hari dibagi dalam 3 dosis saat pasien demam. Diazepam dapat pula diberikan secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak 5 mg ( BB < 10 kg ) dan 10 mg ( BB > 10 kg ) setiap suhu pasien lebih dari 38,5 0C.
Profilaksis dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin a atau poin b) yaitu :
2). Profilaksis terus-menerus
a).  Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neorulogis atau perkembangan
b). Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal  atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap
c). Ada riwayat kejang tanpa demam pada orang tua atau saudara kandung
d). Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi kejang multiple dalam satu episode demam.
     Profilaksis terus - menerus berguna untuk mencegah berulang kejang demam berat yang dapat menyebabkan kerusakan otak tetapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsi di kemudian hari. Profilaksis terus-menerus setiap hari dengan Phenobarbital 4 - 5 mg/kg BB/hari dibagi dalam 2 dosis terbagi. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15 - 40 mg/kg BB/hari. Profilaksis terus - menerus diberikan selama 1 - 2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1 - 2 bulan
(Mansjoer A, 2000 : 434)

 2.3. Manajemen Keperawatan
2.3.1. Pengkajian Keperawatan
Menurut Doengoes ( 1999 : 259-261 dan 871-872 ) mencakup :
2.3.1.1. Riwayat adanya faktor-faktor penyebab :
a. Idiopatik tidak ada penyebab yang diketahui.
b. Pasca trauma, cidera kepala, peradangan selaput otak, demam tinggi.
2.3.1.2. Riwayat kejang
a. Sejak umur berapa.
b. Berapa lama kejang terjadi.
c. Berapa kali kejang terjadi dalam 1 jam.
d. Kapan kejang terakhir di alami.
2.3.1.3. Pemeriksaan fisik baik secara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a. Aktivitas/istirahat.
Gejala : - Keletihan, kelemahan umum.
- Keterbatasan dalam beraktivitas/bekerja yang ditimbulkan oleh diri sendiri/orang terdekat/pemberi asuhan keperawatan atau orang lain.
Tanda : - Perubahan tonos/kekuatan otot.
-  Gerakan involunter/kotraksi otot maupun sekelompok otot.
b. Sirkulasi
Gejala : - Iktal : hipertensi, peningkatan nadi dan sianosis.
- Postiktal : tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernapasan.
Tanda : - Suara jantung : disratmia dan perkembangannya dapat mengakibatkan disfungsi miokard, efek dari asidosis/ketidakseimbangan elektrolit.
- Kulit hangat, kering, bercahaya, pucat, lembab, dan burik.
c. Integritas ego
Gejala : - Stressor eksternal/internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau suatu penanganan.
- Peka rangsangan : perasaan tidak ada/tidak berdaya, perubahan dalam hubungan.
Tanda : Pelebaran tentang respon emosional
d. Eliminasi
Gejala : Inkotenensia episodic
Tanda : -  Iktal : peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter
- Postiktal : otot relaksasi yang mengakibatkan inkotenensia
e. Makanan/cairan
Gejala : Sensitifitas terhadap makanan, anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan aktifitas kejang.
Tanda : - Penurunan berat badan, penurunan lemak subkutis
-  Penurunan pengeluaran kosentrasi urine, perkembangan kearah oligoria dan anuria.
- Kerusakan jaringan lunak/gigi (cidera selama kejang).
- Hyperplasia gingival


f. Neurologis
Gejala :- Sakit kepala, pusing, pingsan, riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi serebral.
- Postikal : kelemahan, nyeri otot, area paralysis
Tanda : - Gelisah, ketakutan, kacau mental, disorientasi, delirium/koma.
- Gerakan involunter/kontraksi otot
g. Nyeri/kenyamanan
Gejala : - Sakit kepala, nyeri otot/punggung pada periode postikal kejang abdomen.
- Lokalisasi rasa sakit/ketidak nyamanan urtikaria
Tanda : - Sikap/tingkah laku yang berhati-hati perubahan tonos otot.
- Tingkah laku gelisah
h. Pernapasan
Gejala : - Fase iktal : gigi mengatup, sianosis,  pernapasan menurun cepat, peningkatan sekresi mokus.
- Fase postikal : apnea
 Tanda : - Suhu umumnya meningkat 37,5 0C  atau lebih
- Mengigil
i. Keamanan
Gejala : Riwayat terjatuh/trauma atau faktur
Tanda : Trauma pada jaringan lunak/ekimosis penurunan kekuatan otot secara menyeluruh.
j. Interaksi
Gejala : Masalah dalam berhubungan interpersonal dalam keluarga atau lingkungan sosial.
k. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : - Adanya riwayat terjadi kejang atau epilepsi dalam keluarga
- Penggunaan obat antibiotic baru saja atau jangka panjang.
 2.3.2. Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1. Pola nafas tidak epektif berhubungan dengan spasme pada sitem pernafasan.
2.3.2.2.   Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses ekstrakranium.
2.3.2.3.  Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan kesadaran.
2.3.2.4.  Potensial komplikasi aspirasi berhubungan dengan peningkatan tekanan lambung saat kejang
2.3.2.5. Potensial komplikasi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang sebelumnya
(Dr. Sarjito, 2000)
2.3.3. Perencanaan dan Implementasi
2.3.3.1.Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme pada sitem pernapasan
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Ekspansi dada maksimum
b. Tidak adanya sianosis
c. Irama napas teratur
Perencanaan dan implementasi
1. Kaji irama dan frekuensi napas
2. Mengatur posisi klien supinasi dengan kepala ekstensi
3. Pasang gudel pada mulut
4. Kolaborasi dalam pembersihan jalan napas dengan section
5. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
2.3.3.2.Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses ekstrakranium.
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Suhu tubuh 36 - 37,5 0C
b. Akral hangat
Perencanaan dan implementasi
1. Observasi tanda-tanda vital setiap 1 jam
2. Longarkan baju dan anjurkan memakai baju yang tipis serta menyerap keringat
3. Berikan kompres air hangat
4. Berikan banyak minum air putih
5. Ciptakan lingkungan yang hangat
6. Kolaborasi dalam pemberian antipiretik
2.3.3.3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan kesadaran .
Tujuan dan kriteria hasil :
a. Tidak terjadi dehidrasi
b. Intake cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh
c. Tidak terjadi penurunan BB
Perencanaan dan implementasi
1. Kaji BB pasien setiap hari
2. Anjurkan pasien makan makanan yang hangat
3. Anjurkan pasien makan dalam porsi kecil tetapi sering
4. Kolaborasi dalam :
a). Pemasangan nasogastrik tube ( NGT ) jika klien tidak bisa makan
b). Pemberian obat roboransia ( vitamin )
c). Pemberian nutirisi parenteral
2.3.3.4.Potensial komplikasi aspirasi berhubungan dengan peningkatan tekanan lambung saat kejang
Tujuan dan kriteria hasil
a. Jalan napas bersih
b. Suara nafas normal
c. Tidak ada tanda-tanda distres napas
Perencanaan dan implementasi
1. Kaji kebersihan napas
2. Kaji tanda-tanda distres pernapasan
3. Miringkan kepala
4. Berikan posisi supinasi dan kepala ekstensi
5. Kolaborasi dalam pembersihan jalan nafas dengan section
2.3.3.5.Potensial komplikasi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang sebelumnya.
Tujuan dan kriteria hasil
a. Kejang yang terjadi tidak lebih dari 15 menit
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Tidak terjadi penurunan kesadaran post kejang
d. Tidak terjadi kejang
Intervensi dan implementasi
1. Observasi lama dan frekuensi kejang
2. Observasi tanda vital
3. Observasi tanda penurunan kesadaran
4. Hindari rangsangan panas
5. Kolaborasi dalam pemberian obat anti kejang
2.3.4. Evaluasi
2.3.4.1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan spasme pada sitem pernapasan
a. Ekspansi dada maksimal
b. Tidak adanya sianosis
c. Irama napas teratur
2.3.4.2.  Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses ekstrakranium.
a. Suhu tubuh 36-37,5
b. Akral hangat
2.3.4.3. Gangguan pemenuhan nutrisi berhubungan dengan penurunan kesadaran .
a. Tidak terjadi dehidrasi
b. Intake cairan sesuai dengan kebutuhan tubuh
c. Tidak terjadi penurunan BB
2.3.4.4.  Potensial komplikasi aspirasi berhubungan dengan peningkatan tekanan lambung saat kejang
a. Jalan nafas bersih
b. Suara nafas normal
c. Tidak ada tanda-tanda distress napas
2.3.4.5.  Potensial komplikasi kejang berulang berhubungan dengan riwayat kejang sebelumnya
a. Kejang yang terjadi tidak lebih dari 15 menit
b. Tanda-tanda vital dalam batas normal
c. Tidak terjadi penurunan kesadaran post kejang 
d. Tidak terjadi kejang

DAFTAR PUSTAKA

Doegoes, E. Marelyn. 1999. Konsep Dasar Diagnosa dan Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.
Nelson. 2002. Buku Ajar Kesehatan Anak. EGC. Jakarta.
RSUD Dr. Sarjito. 2000. Standar Asuhan Keperawatan Klien Perinatal.             Yogjakarta.
Rudolph, A. M. 2006. Buku Ajar Pedriatrik. EGC. Jakarta.
Soetomenggolo, S. Taslim. 2000. Buku Ajar Neurologi Anak. IDAI. Jakarta.
Wahidayat, I. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. Info Media. Jakarta.

No comments:

Post a Comment