BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Dasar
2.2.1
Pengertian
Cedera kepala ringan adalah trauma kepala dengan
GCS: 14-15 (sadar penuh) tidak ada kehilangan kesadaran, mengeluh pusing dan
nyeri kepala, hematoma, laserasi dan abrasi (Mansjoer, 2000:4).
Cedera kepala ringan adalah hilangnya fungsi
neurology atau menurunnya kesadaran tanpa menyebabkan kerusakan lainnya
(Smeltzer, 2001:2211).
2.2.2
Klasifikasi
Cedera
kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan, dan morfologi
cedera.
2.2.2.1
Mekanisme berdasarkan adanya penetrasi
duramater :
2.2.2.1.1
Trauma tumpul
2.2.2.1.2
Trauma tembus
2.2.2.2
Keparahan cedera :
2.2.2.2.1
Cedera kepala ringan GCS 14-15
2.2.2.2.2
Cedera kepala sedang GCS 9-13
2.2.2.2.3
Cedera kepala berat GCS 3-8
2.2.2.3
Morfologi :
2.2.2.3.1
Fraktur tengkorak
2.2.2.3.2
Lesi intrakranial (Mansjoer, 2000)
2.2.3
Etiologi
2.2.3.1 Kecelakaan, jatuh, kecelakaan kendaraan bermotor
atau sepeda, dan mobil.
2.2.3.2 Kecelakaan pada saat olah raga, anak dengan
ketergantungan.
2.2.3.3 Cedera akibat kekerasan.
2.2.5
Manifestasi Klinis
Setelah mengalami cedera kepala penderita biasanya
pingsan pada keadaan yang berat dapat berlangsung berhari-hari hingga
berminggu-minggu, karena terdapat kerusakan jaringan otak. Pada penderita
dijumpai kelainan neurologis tergantung pada daerah yang luka dan luasnya lesi.
Tanda dan gejala yang terjadi karena cedera kepala
adalah :
Ø Hilangnya
kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
Ø Kebingungan
Ø Iritabel
Ø Pucat
Ø Mual
dan muntah
Ø Pusing
kepala
Ø Terdapat
hematoma
Ø Kecemasan
Ø Sukar
untuk dibangunkan
Ø Bila
fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung
(rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal
2.2.6
Komplikasi
Komplikasi
yang bisa terjadi akibat dari cedera Kepala antara lain :
2.2.6.1
Hemoragik
2.2.6.2
Infeksi
2.2.6.3
Edema
2.2.6.4
Pneumonia
2.2.6.5
Kejang
2.2.7
Pemeriksaan penunjang
Menurut
Doenges (2000), pemeriksaan penunjangnya antara lain :
2.2.7.1
CT scan/MRI
2.2.7.2
Angiografi serebral
2.2.7.3
Sinar X
2.2.7.4
Laboratorium : darah lengkap
2.2.8
Penatalaksaan Medis
2.2.8.1
Penatalaksanaan umum cedera kepala
2.2.8.1.1
Monitor respirasi : Bebaskan jalan napas,
monitor keadaan ventilasi, berikan oksigen bila perlu.
2.2.8.1.2
Monitor TIK
2.2.8.1.3
Atasi syok bila ada
2.2.8.1.4
Kontrol tanda vital
2.2.8.1.5
Keseimbangan cairan dan elektrolit
2.2.8.2
Operasi
Dilakukan
untuk mengeluarkan darah pada intraserebral, debridemen luka
2.2.8.3
Pengobatan
2.2.8.3.1
Diuretik : Untuk mengurangi edema
serebral, misalnya manitol 20%, ferosemid (lasik).
2.2.8.3.2
Antikonvulsan : Untuk menghentikan
kejang, misalnya dengan dilantin, tegretol, valium.
2.2.8.3.3
Kortokosteroid : Untuk menghambat
pembentukan edema misalnya dengan deksametazon.
2.2.8.3.4
Antagonis histamin : Untuk mencegah
terjadi iritasi lambung kerena hipereksresi akibat cedera kepala, misalnya
dengan cemetidin, ranitidin.
2.2.8.3.5
Antibiotik bila ada luka yang besar.
2.3 Konsep Asuhan keperawatan
2.3.5
Pengkajian
Data Dasar Pengkajian Klien (Doenges, 2000).
Data
tergantung pada tipe, lokasi dan keperahan, cedera dan mungkin dipersulit oleh
cedera tambahan pada organ-organ vital.
2.3.5.1
Aktivitas/istirahat
Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan
kesadaran, letargi, hemiparese, puandreplegia, ataksia, cara berjalan tidak
tegang.
2.3.5.2
Sirkulasi
Gejala : Perubahan
tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
2.3.5.3
Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian.
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
2.3.5.4
Makanan/cairan
Gejala : Mual,
muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah,
gangguan menelan.
2.3.5.5
Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami gangguan
fungsi.
2.3.5.6
Neurosensori
Gejala : Kehilangan
kesadaran sementara, amnesia, vertigo, sinkope, kehilangan pendengaran,
gangguan pengecapan dan penciuman, perubahan penglihatan seperti ketajaman.
Tanda : Perubahan
kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh
emosi atau tingkah laku dan memoris.
2.3.5.7
Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit
kepala.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang
hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
2.3.5.8
Pernafasan
Tanda : Perubahan
pola pernafasan (apnoe yang diselingi oleh hiperventilasi nafas berbunyi)
2.3.5.9
Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan
Tanda
: Fraktur/dislokasi,
gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan
secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
2.3.5.10
Interaksi sosial
Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara
berulang-ulang, disartria.
2.3.5.11
Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Penggunaan alkohol/obat lain.
Pertimbangan : DRG
menunjukkan rerata lama dirawat 12 hari.
2.3.6
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa Keperawatan yang muncul pada klien Cidera
Kepala Ringan (Doenges, 2000).
2.3.6.1
Perubahan perfusi jaringan serebral
disebabkan oleh:
2.3.6.1.1
Penghentian aliran darah oleh SOL
(hemoragi hematoma).
2.3.6.1.2
Edema serebral (respon lokal atau umum
pada cedera).
2.3.6.1.3
Perubahan metabolik.
2.3.6.1.4
Penurunan tekanan darah.
2.3.6.2
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif
berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernapasan otak).
2.3.6.3
Perubahan
persepsi sensori berhubungan dengan defisit neurologis.
2.3.6.4
Perubahan
proses pikir berhubungan dengan:
2.3.6.4.1
Perubahan fisiologis.
2.3.6.4.2
Konflik psikologis.
2.3.6.5
Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan:
2.3.6.5.1
Penurunan kekuatan atau tahanan.
2.3.6.5.2
Terapi tirah baring.
2.3.6.5.3
Imobilisasi.
2.3.6.6
Resiko
tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan:
2.3.6.6.1
Jaringan trauma, kulit rusak.
2.3.6.6.2
Penurunan kerja silia, statis cairan
tubuh.
2.3.6.6.3
Kekurangan nutrisi.
2.3.6.6.4
Perubahan integritas sistem tubuh
(kebocoran SS).
2.3.6.7
Resiko
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan:
2.3.6.7.1
Perubahan kemampuan untuk mencerna
nutrient (penurunan tingkat kesadaran).
2.3.6.7.2
Kelemahan
otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.
2.3.6.8 Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi
dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan:
2.3.6.8.1
Kurang pemajanan, tidak mengenal
informasi/sumber-sumber informasi.
2.3.6.8.2
Kurang mengingat/keterbatasan kognitif.
2.3.7
Tujuan Dan Intervensi
2.3.7.1
Perubahan perfusi jaringan serebral.
Tujuan:
Ø
Mempertahankan
tingkat kesadaran/perbaikan kognitif dan fungsi motorik/sensori.
Ø Mendemonstrasikan
tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi:
Ø Tentukan
faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan
koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
Rasional : Menentukan pilihan
intervensi.
Ø Pantau/catat
status neurologist secara teratur (GCS).
Rasional : Mengkaji
adanya kecenderungan peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi,
perluasan dan perkembangan kerusakan SSP dan menentukan tingkat kesadaran.
Ø Pantau
Tekanan Darah
Rasional : Peningkatan tekanan darah
sistematik yang diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran.
Hipovolemia/Hipertensi, dapat juga mengakibatkan kerusakana/iskemia serebral.
Ø
Pantau
pernafasan meliputi pola dan iramanya.
Rasional : Nafas yang tidak teratur dapat menunjukkan lokasi adanya gangguan
serebral/peningkatan TIK dan memerlukan intervensi yang lebih lanjut termasuk
kemungkinan dukungan napas buatan.
Ø
Evaluasi
keadaan pupil, catat ukuran ketajaman, kesamaan dan reaksi terhadap cahaya.
Rasional : Untuk
menentukan apakah batang otak masih baik.
Ø Kaji
perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda,
lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
Rasional : Gangguan
penglihatan yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otot,
mempunyai konsekuensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan
intervensi.
Ø Kaji
letak/gerakan mata.
Rasional : Posisi
dan gerakan mata membantu menemukan lokasi area otak yang terlibat. Tanda awal
dari peningkatan TIK adalah kegagalan dalam abduksi pada mata, mengindikasikan
penekanan/trauma pada saraf Cranial V. hilangnya doll’s eye mengindikasikan
adanya penurunan pada fungsi batang otak dan prognosisnya jelek.
Ø Catat
ada/tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk dan
babinski, dsb.
Rasional : Penurunan
refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak
dan sangat berpengaruh langsung terhadap keamanan pasien.
Ø
Pantau
suhu tubuh. Berikan kompres hangat saat demam timbul.
Rasional : Demam
dapat mencerminkan kerusakan hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan
konsumsi oksigen terjadi (terutama saat demam dan menggigil) yang selanjutnya
akan meningkatkan TIK.
Ø Pantau
pemasukan dan pengeluaran.
Rasional : Bermanfaat
sebagai indikator dari cairan total tubuh yang terintegrasi dengan perfusi
jaringan.
Ø Pertahankan
kepala/leher pada posisi tengah atau pada posisi netral, sokong dengan gulungan
handuk kecil atau bantal kecil.
Rasional : Kepala
miring pada salah satu sisi menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah
vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
Ø
Berikan
oksigen tambahan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan hipoksemia.
Ø Berikan
obat sesuai dengan indikasi diuretic, contohnya manitol, Furosemid.
Antikonvulsan, contohnya feniton.
Rasional : Diuretik menurunkan edema otak dan TIK. Antikonvulsan mencegah
terjadinya aktivitas kejang.
2.3.7.2
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif.
Tujuan : Pasien
akan mempertahankan pola pernafasan normal/efektif, bebas sianosis.
Intervensi :
Ø
Kaji
kecepatan, kedalaman frekwensi, irama bunyi nafas.
Rasional : Perubahan yang terjadi menunjukkan adanya komplikasi pulmonal dan
luasnya bagian otak yang terkena.
Ø Atur
posisi semi fowler.
Rasional : Supaya
ekspansi paru tidak terganggu.
Ø
Ajarkan
pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.
Rasional : Untuk mencegah terjadinya
ateletasis.
Ø Lakukan penghisapan dengan lebih hati-hati, jangan lebih
dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan
sekret.
Rasional : Penghisapan
untuk membersihkan jalan nafas. Penghisapan yang terlalu lama menyebabkan/meningkatkan
hipoksia.
2.3.7.3
Perubahan persepsi sensori
Tujan : Mempertahankan
tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
Intervensi :
Ø Pantau
secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/efektif
sensorik dan proses pikir.
Rasional : Menentukan pilihan
intervensi
Ø Kaji
kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul
dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah
penglihatan atau sensasi yang lain.
Rasional : Informasi penting untuk
keamanan pasien.
Ø
Bicara
dengan suara yang lembut dan pelan. Gunakan kalimat yang pendek dan sederhana
pertahankan kontak mata.
Rasional : Pasien mungkin mengalami keterbatasan perhatian/pemahaman selama
fase akut dan penyembuhan tindakan ini dapat membantu pasien untuk memunculkan
komunikasi.
Ø
Berikan
stimulus yang bermanfaat: verbal (berbincang-bincang dengan pasien), penciuman
(seperti pada kopi atau minyak tertentu), taktil (sentuhan, memegang tangan
pasien), dan pendengaran (dengan tape, radio, televisi).
Rasional : Bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik secara melatih
kembalinya fungsi kognitif.
2.3.7.4
Perubahan proses pikir.
Tujuan
:
Ø Mempertahankan/melakukan
kembali orientasi mental dan realitas.
Ø Mengenali
perubahan berpikir/perilaku.
Intervensi
:
Ø
Kaji
tentang perhatian, kebingungan dan catat tingkat ansietas pasien.
Rasional : Rentang perhatian/kemampuan untuk berkonsentrasi mungkin memendek
secara tajam yang menyebabkan dan merupakan potensi terhadap terjadinya
ansietas yang mempengaruhi proses pikir pasien.
Ø
Kurangi
stimulus yang merangsang, kritik yang negatif, argumentasi dan konfrontasi.
Rasional : Menurunkan
resiko terjadinya respon pertengkaran atau penolakan.
Ø
Dengarkan
dengan penuh perhatian semua hal yang diungkapkan pasien.
Rasional : Perhatian dan dukungan yang diberikan pada individu akan
meningkatkan harga diri dan mendorong kesinambungan usaha tersebut.
Ø
Beritahu
pasien/orang terdekat bahwa fungsi intelektual, tingkah laku dan fungsi emosi
akan meningkat secara perlahan namun beberapa pengaruhnya mungkin tetap ada
selama beberapa bulan atau bahkan bisa menetap/permanen.
2.3.7.5
Kerusakan Mobilitas Fisik
Tujuan : Mendemosntrasikan
teknik/perilaku yang memungkinkan dilakukannya kembali aktivitas.
Intervensi :
Ø Kaji
tingkat kemampuan mobilisasi.
Rasional : Untuk menentukan tingkat aktivitas dan bantuan yang diberikan.
Ø Ubah
posisi secara teratur.
Rasional : Dapat
meningkatkan sirkulasi pada bagian tubuh.
Ø
Berikan/bantu
untuk melakukan latihan rentang gerak.
Rasional : Mempertahankan mobilisasi dan fungsi sendi/posisi normal
ekstremitas dan menurunkan terjadinya vena yang statis.
Ø
Tingkat
aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.
Rasional : Keterlibatan
pasien dalam perencanaan dan kegiatan sangat penting untuk meningkatkan
kerjasama pasien dari suatu program tersebut.
2.3.7.6
Resiko Tinggi Terhadap Infeksi.
Tujuan
:
Ø Mempertahankan
normotermia.
Ø Bebas
tanda-tanda infeksi.
Ø Mencapai
penyembuhan luka tepat pada waktunya.
Intervensi
:
Ø
Observasi
daerah kulit yang mengalami kerusakan daerah yang terpasang alat invasi
(terpasang infus).
Rasional : Deteksi dini perkembangan infeksi memungkinkan untuk melakukan
tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.
Ø Pantau
suhu tubuh secara teratur, catat adanya demam, mengigil, dia foresis dan
penurunan kesadaran.
Rasional : Dapat
mengindentifikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evaluasi
atau tindakan dengan segera.
Ø Batasi
pengunjung.
Rasional : Menurunkan
pemajanan terhadap pembawa kuman penyebab infeksi.
Ø Berikan
antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : Antibiotik
untuk membentuk/memberantas kuman penyebab infeksi.
2.3.7.7
Perubahan
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Tujuan
:
Ø Mendemonstrasikan
pemeliharaan/kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan.
Ø Tidak
mengalami tanda-tanda malnutrisi dengan nilai laboratorium dalam rentang
normal.
Intervensi
:
Ø
Kaji
kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi.
Rasional : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus
terlindung dari aspirasi.
Ø Timbang
berat badan sesuai indikasi.
Rasional : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian
nutrisi.
Ø
Jaga
keamanan saat memberikan makan pada pasien, seperti meninggikan kepala tempat
tidur selama pasien makan atau selama pemberian makanan lewat selang NGT.
Rasional : Menurunkan
resiko regurgitasi dan atau terjadinya aspirasi.
Ø
Berikan
makan dalam porsi kecil tapi sering.
Rasional : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap
nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
Ø
Anjurkan
orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien.
Rasional : Meningkatkan
pemasukan dan menormalkan fungsi makan.
Ø
Berikan
makan dengan cara yang sesuai seperti melalui selang NET, melalui oral dengan
makanan lunak dan carian yang kental.
Rasional : Pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan kemampuan
pasien.
2.2.1.1.
Kurang
Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi dan Kebutuhan Pengobatan.
Tujuan
:
Ø
Mengungkapkan
pemahaman tentang kondisi aturan pengobatan.
Ø Potensial
komplikasi.
Ø
Melakukan
prosedur yang diperlukan dengan benar.
Intervensi
:
Ø
Kaji
kemampuan dan kesiapan untuk belajar pasien dan keluarga.
Rasional : Memungkinkan
untuk menyampaikan bahan yang didasarkan atas kebutuhan secara individual.
Ø
Berikan
kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma dan pengaruh
sesudahnya.
Rasional : Membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan
pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.
Ø Diskusikan
rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
Rasional : Berbagai
tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang
bersifat individual.
2.3.8
Evaluasi
2.3.8.1
Perubahan perfusi jaringan serebral.
2.3.8.1.1
Tanda tanda vital dalam batas normal.
2.3.8.1.2
Mempertahankan tingkat kesadaran.
2.3.8.2
Resiko tinggi pola nafas tidak efektif .
2.3.8.2.1
Pola
nafas dalam batas normal, 14-20 x/menit, iramanya normal.
2.3.8.2.2
Bunyi nafas normal tidak ada stridor,
ronchi dan wheezing.
2.3.8.2.3
Tidak ada pernafasan cuping hidung.
2.3.8.2.4
Pergerakan dada simetris/tidak ada
retraksi.
2.3.8.2.5
Nilai
analisa gas darah arteri normal.
2.3.8.3
Perubahan persepsi sensori.
2.3.8.3.1
Tingkat kesadaran normal:GCS=E:4,V:5, M:6.
2.3.8.3.2
Fungsi alat-alat
indera baik.
2.3.8.3.3
Pasien kooperatif kembali dan dapat berorientasi pada
orang, tempat dan waktu.
2.3.8.4
Perubahan proses pikir.
2.3.8.4.1
Mempertahankan/melakukan kembali orientasi
mental dan realitas biasanya.
2.3.8.4.2
Mengenali atau tidak terjadi perubahan
perilaku.
2.3.8.5
Kerusakan mobilitas fisik.
2.3.8.5.1
Pasien
mampu dan pulih kembali setelah pasca akut dalam mempertahankan fungsi gerak.
2.3.8.5.2
Tidak terjadi dekubitus dan
bronkopneumonia.
2.3.8.5.3
Mampu mempertahankan keseimbangan tubuh.
2.3.8.5.4
Mampu melakukan aktifitas ringan pasca
akut dan aktifitas sehari-hari pada tahap rehabilitasi sesuai kemampuan.
2.3.8.6
Resiko Tinggi Terhadap Infeksi.
2.3.8.6.1
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi
seperti rubor, kalor, tumor, dolor dan fungsiolesa.
2.3.8.6.2
Tidak ada pus pada kulit yang rusak.
2.3.8.6.3
Tidak terjadi asbes otak/meningitis.
2.3.8.7 Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
2.3.8.7.1
Berat badan pasien normal.
2.3.8.7.2
Tanda malnutrisi tidak ada.
2.3.8.7.3
Nilai hasil laboratorium normal:
2.3.8.7.3.1
Protein total 6 - 8 gr %.
2.3.8.7.3.2
Albumin 3,5
- 5,3 gr %.
2.3.8.7.3.3
Globulin 1,8 - 3,6 gr%.
2.3.8.7.3.4
HB
tidak kurang dari 10 gr %.
2.3.8.8 Kurang Pengetahuan (Kebutuhan Belajar) Mengenai Kondisi
dan Kebutuhan Pengobatan.
2.3.8.8.1 Klien tahu dan mengerti tentang penyakitnya.
2.3.8.8.2 Klien mentaati ketentuan dalam upaya penyembuhan
penyakit.
DAFTAR PUSTAKA
Tarwoto. 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : CV. Sagung Seto.
Carpenito,
Lynda Juall. 2006. Buku saku Diagnosa
Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC.
Smeltzer.
2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah,
Edisi 8 Vol 3. EGC, Jakarta.
Doenges,
Marilyn. E. 2000, Rencana Asuhan
Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta.
Masjoer,
Arief. 2000. Kapita Selekta kedokteran,
Edisi 3 Jild 2. Jakarta : Media Aesculaplus.
(+) pathway tambah keren lagii nii..
ReplyDelete:)
makasii infonya..
Terima kasih kunjungannya
ReplyDelete